Abaikan rasa sakit dan penderitaan, sebab puncak gunung sudah membayang di depan mata dan terbit matahari akan menghangatkan kalbumu. Tatap langsung kedalaman telaga yang balik menatap kepada dirimu. Gunakan kesempatan untuk bercermin pada permukaan air yang jernih. Waktu berlalu dan ia tak akan pernah kembali. Pikirkanlah siapa yang akan jadi malaikat pelindung dan penolongmu? Bagaimana engkau akan menemukan eudaimonia? Bagaimana engkau hendak memaknai hidup?ĭalam sekejap mata hidup bisa berubah.
Ketika semua perkara seakan menggiring langkahmu pada kesulitan, kegagalan, ketidakpastian dan rasa sakit. Jangan terlalu letih untuk menuntaskan hari. Jangan hilang niat untuk bangkit dari ranjang. Ingatan tentang mati semestinya memberi kita pelajaran berharga. Ketuaan adalah sebuah keniscayaan, dan kematian adalah sebuah kepastian. Waktu telah merenggut kemudaan kita pelan pelan. Ketika Bunda masih muda, sesungguhnya Bunda sudah tidak lagi muda, tak akan pernah bertambah muda, tak akan kembali muda. Agar kita senantiasa teringat pada tempus fugit, bahwa waktu yang berlalu tak akan pernah kembali. Mereka hanyalah sebuah pertanda, bahwa semua yang hidup pasti akan mati. Seperti juga lilin yang padam, bunga yang layu, ranting yang kering, pohon yang meranggas.
Memento mori, serupa nyala api dan ngengat yang terbakar. Apakah kesedihan serupa cucuran air hujan yang jatuh dan mengusik keheningan kolam? Apakah kebahagiaan seperti sebuah syair yang mesti dipertanyakan mengapa ia digubah? Bagaimana kita mesti menjawab pertanyaan tentang kematian orang orang terdekat? Mengapa mereka pergi? Kemana mereka akan pergi? Telah dipanggil ke rumah Bapa di surga, anak, cucu kami terkasih.ĭalam sehari, Bunda menerima dua kabar (duka cita / suka cita) sekaligus. Telah meninggal dunia ibu, oma, nenek kami tercinta.
0 kommentar(er)
